
Oral Food Challenge Tes (Eliminasi Provokasi Makanan) : Diagnosis Pasti Alergi Makanan dan Hipersensitifitas Makanan
Widodo Judarwanto, Audi Yudhasmara
Intervensi Diet Sebagai Terapi dan Diagnosis Berbagai Gangguan Fungsional Tubuh Manusia Challenge Tes (Eliminasi Provokasi Makanan) : Diagnosis Pasti Alergi Makanan dan Hipersensitifitas Makanan
Food allergy is a matter of concern because it affects about 0.5-3.8% of the paediatric population and 0.1-1% of adults, and as well may cause life-threatening reactions. Skin prick testing with food extracts and with fresh foods, the measurement of food-specific IgE, elimination diets and a double-blind, placebo-controlled food challenge are the main diagnostic procedures; many non-validated procedures are available, creating confusion among patients and physicians. Oral food challenges are indicated for the diagnosis of food allergy and the double-blind, placebo-controlled oral food challenge is considered the gold standard diagnostic method in patient with suspected food allergy and food hypersensitivity.
Meski masih banyak diperdebatkan tetapi berbagai fakta ilmiah berupa laporan kasus dan penelitian ilmiah menunjukkan berbagai gangguan tubuh dan sistem tubuh terutama gangguan fungsional tubuh yang belum dapat dipastikan penyebabnya seringkali berkaitan dengan reaksi akibat makanan yang dikonsumsi. Diagnosis alergi atau hipersensitif makanan dibuat bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi hingga dewasa dan dengan eliminasi provokasi makanan. Intervensi diet atau Challenge test adalah untuk mencari penyebab dan memastikan bahwa berbagai gangguan penyakit yang ada berkaitan dengan alergi dan hipersensitifitas makanan sekaligus memperbaiki atau mengurangi gangguan yang ada.
Latar Belakang :
- Tidak semua gangguan asma, gangguan kulit adalah alergi makanan. Bila tidak diperantarai oleh Imunoglobulin E biasanya di sebut hipersensitifitas Makanan.
- Untuk mendiagnosis dan memastikan makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit. Tes alergi tidak bisa memastikan penyebab alergi makanan karena meski sensitifitasnya baik tetapi spesifitasnya terhadap alergi makanan rendah.
- Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Children Allergy Clinic Jakarta melakukan modifikasi dengan cara yang lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan “Modifikasi Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka” atau disebut sebagai Intervensi Diet atau challenge Test.
- Bila setelah dilakukan eliminasi beberapa penyebab alergi makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan , maka dapat dipastikan penyebabnya adalah penyebab berbagai gangguan yang ada adalah berkaitan dengan alergi makanan dan hipersensitifitas makanan.
- Gangguan metabolisme tubuh, gangguan endokrin, gangguan autoimun dan berbagai gangguan genetik lainnya (seperti Lupus, rematoid artritis, AUTISM, ADHD, Psoriasi, Vitiligo, dan lain-lain) ternyata menurut penelitian kekambuhan gangguan diperberat oleh alergi dan hipersensitifitas makanan. Pada gangguan tersebut alergi makanan dan hipersensitifitas makanan bukan sebagai penyebab tetapi hanya sebagai faktor yang memperberat.
- Berbagai gangguan fungsional khususnya gangguan saluran cerna dan susunan sataf pusat sering berkaitan dengan gangguan alergi makanan dan hipersensitifitas makanan. Ciri khasnya biasanya terdapat keluhan berulang seringkali dokter mengatakan kedaan tubuhnya normal karena dalam pemeriksaan darah, USG, endoskopi, CT scan, EEG semuanya normal. Karakteristik lainnya adalah penggunaan obat jangka panjang tanpa bisa menjelaskan penyebabnya atau tanpa disertai gangguan organ tubuh.
- Banyak kontroversi dan perbedaan pendapat tentang pengaruh makanan dan gangguan fungsi tubuh karena dasar penilaian yang bebeda. Pada penelitian yang menunjang dilakukan dengan intervensi eliminasi provokasi makanan dan pengamatan secara klinis. Tetapi bagi penentangnya biasanya melakukan penelitian dengan penilaian laboratorium atau tes alergi tanpa dilakukan intervensi eliminasi provokasi.
- Kontroversi pihak yang tidak sependapat dengan alergi dan hipersensitifitas makanan berkaitan dengan berbagai gangguan tubuh karena hanya mengamati kaitan makanan dengan berbagai riwayat yang ada hanya dengan anamnesa (mengetahui riwayat gangguan penderita), tes alergi ataupun berbagai pemeriksaan alergi lainnyatanpa melakukan challenge test dengan benar.
- Bila anak anda mengalami gangguan alergi dan hipersensitifitas makanan, biasanya salah satu orangtua ada yang mengalami juga (biasanya anak dan orangtua dengan nwajah yang sama). Bila ini terjadi tidak ada salahnya lakukan intervensi diet dengan saat yang sama karena akan mempermudah pelaksaannnya dalam penyajian makanan.
Program Intervensi Diet atau “Modifikasi Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka” atau Challenge test
- LANGKAH PERTAMA : identifikasi berbagai gangguan yang ada pada tubuh anda dan anak anda
- LANGKAH KE DUA : identifikasi minimal satu gejala yang ada dalam gangguan fungsi saluran cerna yang selama ini kadang tidak disadari
- LANGKAH KE TIGA : Lakukan program intervensi diet atau eliminasi provokasi atau Challenge test dengan hanya mengkonsumsi makanan yang relatif aman dan menghindari beberapa makanan yang dicurigai sebagai penyebab selama 3 minggu.
- LANGKAH KE EMPAT : lakukan evaluasi dengan cermat berbagai gangguan yang ada dan cermati berbagai faktor yang berpengaruh , biasanya akan membaik secara bersamaan
- LANGKAH KE LIMA : Bila ingin mengetahui penyebabnya lakukan provokasi satu persatu makanan yang dicurigai mulai dari daftar makanan step 2 terus ke high risk intervention.
- LANGKAH KE ENAM : lakukan diet pemeliharaan (maintenance dietary) dengan melakukan tahapan dan jenis khusus tidap harinya
LANGKAH PERTAMA : identifikasi berbagai gangguan yang ada pada tubuh dan sistem organ tubuh
Berbagai Gangguan Pada Bayi |
|
BERBAGAI GANGGUAN PADA ANAK DAN DEWASA |
|
BERBAGAI GANGGUAN PERILAKU, MOTORIK DAN GANGGUAN FUNGSI SUSUNAN SARAF PUSAT LAINNYA |
SUSUNAN SARAF PUSAT : sakit kepala, MIGRAIN, TICS (gerakan mata sering berkedip), , KEJANG NONSPESIFIK (kejang tanpa demam dan EEG normal).GERAKAN MOTORIK BERLEBIHAN pada bayi : Mata sering melihat ke atas. Tangan dan kaki bergerak terus tidak bisa dibedong/diselimuti. Senang posisi berdiri bila digendong, sering minta turun atau sering menggerakkan kepala ke belakang, membentur benturkan kepala. Pada Anak lebih besar : Sering bergulung-gulung di kasur, menjatuhkan badan di kasur (“smackdown”}. ”Tomboy” pada anak perempuan : main bola, memanjat dll.
|
BERBAGAI GANGGUAN YANG BELUM DIKETAHUI SEBABNYA ATAU berbagai GANGGUAN AUTO IMUN LAINNYA. Menurut berbagai penelitian berbagai gangguan ini dapat diperberat karena alergi dan hipersensitifitas makanan. Tetapi alergi atau hipersensitifitas makanan bukan sebagai penyebabnya. |
|
Bila anda atau anak anda mengalamai berbagai gangguan tersebut minimal 3 gejala yang ada sangat mungkin dicurigai bahwa alergi makanan dan hipersensitifitas makanan berkaitan dengan gejala yang dialami . Setelah itu lakukan langkah kedua dengan melakukan pengamatan adakah gejala gangguan fungsional saluran cerna yang ada seperti di bawah ini
LANGKAH KE DUA : Identifikasi minimal satu gejala yang ada dalam gangguan fungsi saluran cerna yang selama ini kadang tidak disadari
BERBAGAI GANGGUAN FUNGSI SALURAN CERNA PADA ANAK DAN DEWASA |
PADA DEWASA : BAB tidak tiap hari, sering sulit bila BAB, BAB lebih dari 2 kali, mudah nyeri perut, Feses : bau tajam, bulat (seperti kotoran kambing) warna hitam, atau gelap, berlendir (bila menempel dikloset tidak langsung hilang bila diguyur air), daerah anus sering gatal atau keluar cairan kuning berbau, berak darah segar, mulut berbau, bihir kering, lidah kotor berwarna putih, mudah mual atau muntah, sering buang angin, sering burp (gelekan, cegukan), air liur berlebihan. Berbagai keluhan yang ada sering disebut : gejala maag, dispepsia, GER, panas dalam, masuk angin. |
PADA ANAK : MUAL terutama pagi hari, bila menangis atau batuk mudah muntah, BAB tidak tiap hari, sering sulit atau ngeden bila BAB, BAB lebih dari 2 kali, mudah NYERI PERUT (Seperti mau BAB tapi tidak jadi), tidur nungging, Feses : bau tajam, bulat (seperti kotoran kambing) warna hitam, hijau atau gelap, berlendir, pernah berdarah (sering danggap disentri atau amuba), mulut berbau, bihir kering, lidah kotor dan berpulau, mudah mual atau muntah, sering buang angin dan berbau tajam |
PADA BAYI : GASTROOESEPHAGEAL REFLUKS ATAU GER, Sering MUNTAH/gumoh, kembung,“cegukan”, buang angin keras dan sering, SERING REWEL ATAU GELISAH MALAM HARI (kolik) sering dianggap haus minta minum, BAB > 3 kali perhari, BAB tidak tiap hari. Feses warna hijau,hitam dan berbau. Sering “ngeden & beresiko Hernia Umbilikalis (pusar), Scrotalis, inguinalis, tali pusat lama keringnya dan lepasnya lama. Air liur berlebihan. Lidah/mulut sering timbul putih, bibir kering |
|
Bila Langkah Pertama dan Langkah kedua : saat identifikasi awal terdapat gangguan minimal 3 tanda dan gejala dan 1 gejala pada gangguan saluran cerna maka selanjutnya masuk ke LANGKAH KETIGA |

KONSUMSILAH SELAMA 3 MINGGU MAKANAN YANG RELATIF AMAN SEPERTI DIBAWAH INI |
Bayi : Neocate, Pepti Junior, Pregestimil, Panenteral, Vitalac BL, bubur instan Nestle Beras Merah(ekonomis), kentang, Tepung Beras Putih (Rose Brand), NASI, Bubur tepung organik Gasol (beras merah, kentang, ubi, beras putih, beras hitam), Snack : Biscuit Baby Choice rasa original, biskuit merek Modern, kentang goreng (goreng sendiri dari kentang beku olahan jangan yang di KFC atau McD karena minyaknya mengandung ayam. tahu, Semua oraan Sapi, Kambing, Babi (non muslim) dagningnya, hati, otak, sumsum, kaki dan sebagainya. Tofu (original,plain) BUAH : Apel, pepaya, Alpukat, Pear, Jambu, buah naga. Agar-agar plaIN, NanHA, Soya(Isomil dll), Susu Sapi : Pediasure biasa, Sustagen, KLIM, CHILMIL non Platinum, SGM atau Ensure, Enercal. Krupuk : kulit, beras, rempeyek kedelai, opak. Margarin (Blue Band, Palmbom dll, Mentega dihindari karena margarin berbeda dengan mentega), kentang, ubi. BISCUIT BERAS : Modern, Fantastic, MI : bihun, misoa, Indomie rasa soto mi/bakso tanpa bumbu. Bakso, tempe, Sayur : kacang panjang, bayam, wortel, kedelai, taoge,. bincis, kedelai, sawi, dll. Ikan air tawar (Mujair, Lele, Belut, Mas, Patin,Gurame), Madu. Berbagai bumbu dapur herbal : garam, gula, bawang,merah, bawang putih dan lain-lain |
HINDARILAH SELAMA 3 MINGGU MAKANAN YANG DICURIGAI SEBAGAI PENYEBAB SEPERTI DI BAWAH INI |
|
Catatan Penting :
|
LANGKAH KE EMPAT : lakukan evaluasi dengan cermat berbagai gangguan yang ada dan cermati berbagai faktor yang berpengaruh , biasanya akan membaik secara bersamaan
EVALUASI DAN MONITORING YANG HARUS DILAKUKAN |
1. Identifikasi Keberhasilan atau ketidak berhasilannya
2. Cari penyebab ketidak berhasilannya, biasanya karena :
|
BILA BERHASIL MAKA BISA DIPASTIKAN BAHWA BERBAGAI GEJALA YANG ADA SELAMA INI SANGAT DIPENGARUHI OLEH ALERGI MAKANAN DAN HIPERSENSITIFITAS MAKANAN. atau ANDA DAN ANAK ANDA MENGALAMI GANGGUAN ALERGI MAKANAN ATAU HIPERSENSITIFITAS MAKANAN YANG SELAMA INI TIDAK ANDA SADARI MENGANGGU BERBAGAI ORGAN TUBUH LAINNYA. Selanjutanya ikuti LANGKAH KELIMA |
BILA TIDAK BERHASIL dengan berbagai kesalahan danm penyebab yang ada tersebut di atas maka program intervensi diet ini harus ada ulangi lagi mulai awal dan lakukan lagi selama 3 minggu. |
BILA TIDAK BERHASIL tanpa disertai kesalahan atau faktor penyebab yang ada maka ALERGI MAKANAN DAN HIPERSENSITIFITS MAKANAN TIDAK BERPENGARUH TERHADAP BRBAGAI GANGGUAN YANG ADA, Sebaiknya anda atau anak anda berkonsultasi dengan dokter lebih jauh sangat mungkin terdapat gangguan organ atau gangguan non fungsional dalam tubuh. |
LANGKAH KE LIMA : Bila ingin mengetahui penyebabnya lakukan provokasi satu persatu makanan yang dicurigai mulai dari daftar makanan step 2 terus ke high risk intervention.
- Dilakukan trial and error satu persatu makanan dan diamati gejala yang timbul sambil diamati berbagi faktor yang berpengaruh
- Melakukan provokasi makanan harus dilakukan dalam keadaan sehat tidak rewel malam, nafsu makan baik, berat badan naik, tidak panas, batuk, pilek dan tidak ada gangguan saluran cerna atau gangguan alergi dan hipersensitifitas lainnya.
LANGKAH KE ENAM : lakukan diet pemeliharaan (maintenance dietary) dengan melakukan tahapan dan jenis khusus tiap harinya
Bila dalam keadaan sehat seperti tidak rewel malam, nafsu makan baik, berat badan naik, tidak panas, batuk, pilek dan tidak ada gangguan lainnya pada usia tertentu atau orang dewasa boleh dicopba konsumsi makanan beresiko.
DIETARY INTERVENTION : STEP TWO |
Bubur Bayi Instan( termasuk Goodmil rasa ayam),Telor itik, Gula merah,Sayur Brokoli, bayam merah, Labu, Jagung, Makaroni, Mi telor, Ikan Salmon, Tuna, Bandeng. Buah Jeruk, Pisang, Kacang hijau, Kecap manis, Ayam, Itik, Burung Dara, Beras Ketan |
HIGH RISK DIETARY INTERVENTION |
COKLAT, Kacang-kacangan : Kacang Tanah/Hijau/Merah/Mente Ikan Laut kecil: Cumi, Udang, Kepiting, Kembung,Tenggiri, Teri, Buah-buahan terutama Melon, Semangka, Timun Mas, Mangga, Duku, Tomat, Nanas, Durian, Anggur, Nangka, Leci dan sejenisnya. KEJU, Mentega (Butter). Telor Ayam, taoco, saos tiram, saos tomat.Agar-agar berwarna, Yakult, Vitacam, Yoghurt, kerupuk udang dll |
- Pada anak usia di atas 1 tahun daftar makanan DIETARY INTERVENTION : STEP TWO boleh dikonsumsi 1 -2 kali perminggu, di atas usia 3-5 tahun boleh dikonsumsi 2-3 kali perminggu. Pada usia di atas usia 2-5 tahun daftar makanan HIGH RISK DIETARY INTERVENTION boleh dikonsumsi 1-2 kali per bulan. Dengan semakin bertambahnya usia permasalahan alergi berkurang dapat dikonsumsi lebih sering.
- Pada saat sakit , ujian sekolah (berkaitan dengan mengganggu konsentrasi), batuk lama, makan minum kurang, berat badan sulit naik, sulit makan dan timbul gejala alergi lainya sebaiknya harus kembali ke diet eliminasi awal selama 2-3 minggu dan makanan yang beresiko ditunda lagi.
End Point :
- Intervensi Diet/Challenge Tes atau Eliminasi Provokasi adalalah diagnosis pasti untuk memngetahui seseorang mengalami alergi makanan dan hipersensitifitas makanan. Tes alergi dan pemeriksaan lainnya belum memastikan penyebab alergi atau hipersensitifitas makanan.
- Penderita yang harus dicurigai mengalami gangguan alergi makanan dan hipersensitifitas makanan adalah yang mengalami gangguan fungsi saluran cerna
- Ketidakberhasilan intervensi diet ini tidak disiplin dan tidak ketat dalam menghindari makanan pantangan atau karena terganggu Infeksi saluran napas atau infeksi virus lain yang tidak disadari
- Berdasarkan berbagai penelitian selain mengakibatkan gangguan fungsional organ tubuh ternyata juga memperberat berbagai gangguan organik dan gangguan auto imun, gangguan endokrin dan metabolisme dan berbagai gangguan genetik lainnya.
- Kekawatiran tentang kekurangan gizi saat melakukan tes eliminasi ini sebenarnya tidak berdasar, karena setiap makanan yang sementara dihindari selalu ada makanan pengganti yang tidak kalah gizinya. Justru setelah dilakukan intervensi diet bila dilakukan secara benar dan tanpa dipengaruhi faktor infeksi maka keberhasilannya ditandai dengan berat badan yang meningkat. bila BB tidak meningkat sebagai faktor penentu ketidak berhasilan program intervensi diet.
- Bila dalam melakukan Intervensi Diet/Challenge Tes atau Eliminasi Provokasi dengan benar dan berhasil maka penderita harus percaya faktanya bahwa selama ini berbagai gangguan yang ada disebabkan karena reaksi simpang makanan. Meski berbagai pendapat menentang atau tidak mempercayainya. Pihak yang tidak sependapat ini harus dimaklumi karena untuk memastikan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan tidak mudah.
- Intervensi Diet/Challenge Tes atau Eliminasi Provokasi hanya dilakukan selama 3 minggu bukan selamanya setelah itu dilakukan provokasi makanan atau mantenance diet.
Daftar Pustaka
- Fleischer DM, Bock SA, Spears GC, Wilson CG, Miyazawa NK, Gleason MC, Gyorkos EA, Murphy JR, Atkins D, Leung DY. Oral Food Challenges in Children with a Diagnosis of Food Allergy. J Pediatr. 2010 Oct 27.
- Lins MG, Horowitz MR, da Silva GA, Motta ME. Oral food challenge test to confirm the diagnosis of cow’s milk allergy. J Pediatr (Rio J). 2010 Jul-Aug;86(4):285-9. Epub 2010 May 27. English, Portuguese.
- Pestana S, Moreira M, Olej B. Safety of ingestion of yellow tartrazine by double-blind placebo controlled challenge in 26 atopic adults. Allergol Immunopathol (Madr). 2010 May-Jun;38(3):142-6. Epub 2010 Jan 27.
- Rincón de Arellano IR, Vázquez-Cortés S, Sinaniotis AC, Fernández-Rivas M. False positive placebo reaction in a double-blind placebo-controlled food challenge. J Investig Allergol Clin Immunol. 2009;19(3):241-2. No abstract available.
- Asero R, Fernandez-Rivas M, Knulst AC, Bruijnzeel-Koomen CA. Double-blind, placebo-controlled food challenge in adults in everyday clinical practice: a reappraisal of their limitations and real indications. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2009 Aug;9(4):379-85. Review.
- Vlieg-Boerstra BJ, Duiverman EJ, van der Heide S, Bijleveld CM, Kukler J, Dubois AE. Should children with a history of anaphylaxis to foods undergo challenge testing? Clin Exp Allergy. 2008 Dec;38(12):1935-42. Epub 2008 Sep 3.
- Lieberman JA, Sicherer SH. Diagnosis of Food Allergy: Epicutaneous Skin Tests, In Vitro Tests, and Oral Food Challenge. Curr Allergy Asthma Rep. 2010 Oct 5.
- Pestana S, Moreira M, Olej B. Safety of ingestion of yellow tartrazine by double-blind placebo controlled challenge in 26 atopic adults. Allergol Immunopathol (Madr). 2010 May-Jun;38(3):142-6. Epub 2010 Jan 27.
- Patriarca G, Schiavino D, Pecora V, Lombardo C, Pollastrini E, Aruanno A, Sabato V, Colagiovanni A, Rizzi A, De Pasquale T, Roncallo C, Decinti M, Musumeci S, Gasbarrini G, Buonomo A, Nucera E.Food allergy and food intolerance: diagnosis and treatment. Intern Emerg Med. 2009 Feb;4(1):11-24. Epub 2008 Aug 16. Review.
- Scibilia J, Pastorello EA, Zisa G, Ottolenghi A, Ballmer-Weber B, Pravettoni V, Scovena E, Robino A, Ortolani C. Maize food allergy: a double-blind placebo-controlled study. Clin Exp Allergy. 2008 Dec;38(12):1943-9. Epub 2008 Sep 4
- Reese I, Zuberbier T, Bunselmeyer B, Erdmann S, Henzgen M, Fuchs T, Jäger L, Kleine-Tebbe J, Lepp U, Niggemann B, Raithel M, Saloga J, Vieths S, Werfel T. Diagnostic approach for suspected pseudoallergic reaction to food ingredients. J Dtsch Dermatol Ges. 2009 Jan;7(1):70-7. Epub 2008 Nov 24. Review.
- Rancé F, Deschildre A, Villard-Truc F, Gomez SA, Paty E, Santos C, Couderc L, Fauquert JL, De Blic J, Bidat E, Dupont C, Eigenmann P, Lack G, Scheinmann P; SFAIC and SP2A Workgroup on OFC in Children. Oral food challenge in children: an expert review. Eur Ann Allergy Clin Immunol. 2009 Apr;41(2):35-49.
- Lee S, Noh GW, Lee KY. Clinical application of histamine prick test for food challenge in atopic dermatitis. J Korean Med Sci. 2001 Jun;16(3):276-82.
- Vatn MH, Grimstad IA, Thorsen L, Kittang E, Refnin I, Malt U, Løvik A, Langeland T, Naalsund A.Adverse reaction to food: assessment by double-blind placebo-controlled food challenge and clinical, psychosomatic and immunologic analysis. Digestion. 1995;56(5):421-8.
- Asero R, Fernandez-Rivas M, Knulst AC, Bruijnzeel-Koomen CA. Double-blind, placebo-controlled food challenge in adults in everyday clinical practice: a reappraisal of their limitations and real indications. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2009 Aug;9(4):379-85. Review.
- Fleischer DM, Bock SA, Spears GC, Wilson CG, Miyazawa NK, Gleason MC, Gyorkos EA, Murphy JR, Atkins D, Leung DY. Oral Food Challenges in Children with a Diagnosis of Food Allergy. J Pediatr. 2010 Oct 27. [Epub ahead of print]
- Pastorello EA, Pravettoni V, Stocchi L, Bigi A, Schilke ML, Zanussi C. Are double-blind food challenges necessary before starting an elimination diet? Allergy Proc. 1991 Sep-Oct;12(5):319-25.
- Vatn MH, Grimstad IA, Thorsen L, Kittang E, Refnin I, Malt U, Løvik A, Langeland T, Naalsund A. Adverse reaction to food: assessment by double-blind placebo-controlled food challenge and clinical, psychosomatic and immunologic analysis.Digestion. 1995;56(5):421-8.
- Wüthrich B. [Food allergy, food intolerance or functional disorder?] Praxis (Bern 1994). 2009 Apr 1;98(7):375-87. German.

