
Faktor yang Mepengaruhi Indeks Glikemik Pangan
Indeks Glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa daraH
Indeks Glikemik (IG) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengindikasikan seberapa cepat karbohidrat yang terdapat dalam makanan dapat diubah menjadi gula oleh tubuh manusia. Ukuran ini berupa skala dari 0-100. Sebagai contoh, gula murni misalnya memiliki angka indeks glikemik 100, ini berarti karbohidrat dalam gula murni sangat cepat diubah oleh tubuh menjadi gula untuk energi bagi tubuh. Indeks glikemik juga dapat menginformasikan bagaimana pengaruh makanan terhadap kadar gula darah dan insulin. Semakin rendah nilai indeks glikemik maka akan semakin sedikit pengaruhnya terhadap level insulin dan kadar gula darah.
Pada awalnya, karbohidrat diklasifikasikan menjadi dua yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks tergantung pada seberapa banyak gula sederhana yang terdapat dalam molekulnya. Karbohidrat yang terdiri dari satu atau dua gula sederhana (seperti fruktosa atau sukrosa) disebut karbohidrat sederhana. Sementara makanan yang berpati disebut karbohidrat kompleks karena pati tersusun dari rantai panjang gula sederhana yaitu glukosa.
Anjuran untuk lebih banyak mengonsumsi karbohidrat kompleks dibanding karbohidrat sederhana berasal dari asumsi bahwa makanan berpati hanya menaikkan sedikit kadar gula dalam darah setelah dicerna dibandingkan dengan gula sederhana. Asumsi ini dinilai kurang sesuai karena respon gula darah terhadap masing-masing jenis makanan berkabohidrat kompleks berbeda-beda. Maka dari itu dicetuskan konsep indeks glikemik di mana masing-masing makanan diukur seberapa besar pengaruhnya terhadap kadar gula darah.
Para ahli telah mempelajari faktor-faktor yang menjadi penyebab perbedaan IG antara pangan yang satu dengan pangan yang lainnya. Pangan dengan jenis yang sama dapat memiliki IG yang berbeda apabila diolah atau dimasak dengan cara yang berbeda. Hal ini dikarenakan proses pengolahan dapat menyebabkan perubahan pada struktur dan komposisi zat gizi penyusun pangan, sehingga akan memengaruhi daya cerna zat gizi yang terdapat pada pangan. Varietas yang berbeda pada jenis pangan juga akan memengaruhi IG pangan tersebut, contohnya adalah beras yang memiliki kisaran IG antara 50 – 70. Beberapa faktor yang memengaruhi IG pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), rasio amilosa-amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti-zat gizi pangan.

Faktor-faktor yang memengaruhi Indeks Glikemik Pangan
- Proses pengolahanTeknik pengolahan pangan yang menjadikan pangan tersedia dalam bentuk, ukuran, dan rasa yang berbeda menyebabkan struktur pangan tersebut menjadi halus, sehingga pangan tersebut menjadi lebih mudah dicerna dan diserap. Hal tersebut tentunya akan memengaruhi peningkatan glukosa darah yang menyebabkan pankreas untuk mensekresikan insulin lebih banyak.
- Ukuran partikel Ukuran partikel sangat memengaruhi proses gelatinisasi pati, sehingga ukuran butiran pati yang semakin kecil akan menjadikan semakin rentan terhadap proses pendegradasian oleh enzim. Hal tersebut akan mempercepat proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat pati, sehingga dapat dikatakan semakin kecil ukuran partikel maka semakin tinggi nilai IG pangan tersebut.
- Tingkat gelatinisasi pati Pati dalam pangan mentah berada dalam bentuk granula yang tersusun rapat. Proses pemasakan yang melibatkan panas dan air akan memperbesar ukuran granula pati sehingga akan mudah dicerna oleh enzim pencerna pati di usus halus. Reaksi yang cepat dari enzim tersebut akan meningkatkan kadar glukosa darah yang cepat, sehingga dapat dikatakan pangan yang mengandung pati tergelatinisasi penuh memiliki nilai IG yang tinggi.
- Kadar amilosa dan amilopektin Pati di dalam pangan terdiri dari dua jenis yang berbeda, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer glukosa sederhana yang tidak bercabang, sehingga lebih terikat dengan kuat serta lebih sulit tergelatinisasi dan tercerna. Sementara itu, amilopektin adalah polimer glukosa sederhana yang bercabang serta memiliki ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan dicerna oleh tubuh. Berdasarkan dari berbagai penelitian, pangan yang memiliki proporsi amilosa lebih tinggi dibandingkan amilopektin akan memiliki nilai IG yang lebih rendah, begitu juga sebaliknya.
- Keasaman dan daya osmotik pangan Pati di dalam pangan terdiri dari dua jenis yang berbeda, yaitu amilosa dan amilopektin. Keasaman dan daya osmotik pangan akan memengaruhi tinggi rendahnya IG yang dimiliki oleh pangan.
- Kadar lemak dan protein pangan Pangan yang memiliki kadar protein dan lemak yang tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung sehingga pencernaan yang terjadi di usus halus juga diperlambat. Oleh karena itu, pangan yang memiliki kadar lemak yang tinggi cenderung memiliki IG yang lebih rendah dibandingkan pangan sejenis dengan kadar lemak yang lebih rendah. Hal ini dibuktikan oleh kentang goreng yang memiliki IG lebih rendah (IG:54) dibandingkan kentang bakar (IG:85). Protein (asam amino) yang terdapat pada pangan dapat memengaruhi respon glukosa darah sehingga dapat menimbulkan peningkatan atau penurunan respon glukosa darah. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis dari asam amino yang terkandung didalamnya. Penelitian yang dilakukan oleh Lang et al. (1999) menunjukkan bahwa pangan yang diujicobakan dengan kandungan kasein memberikan respon tertunda pada peningkatan glukosa darah dan insulin dibandingkan dengan pangan yang mengandung protein kacang kedelai.
- Kadar anti zat-gizi pangan Anti zat-gizi yang terdapat di dalam pangan dapat memengaruhi nilai IG dari pangan tersebut.[1] Contoh dari anti zat-gizi pangan adalah serat pangan yang dapat berperan sebagai inhibitor alfa-glukosidase (enzim pemecah gula kompleks).
Untuk menentukan nilai indeks glikemik suatu makanan, para relawan dalam keadaan sehat akan diminta untuk mengonsumsi makanan yang mau diukur indeks glikemiknya, makanan ini setidaknya harus mengandung 50 gram karbohidrat. Kemudian relawan akan diminta untuk mengonsumsi makanan kontrol (berupa roti atau glukosa murni) dengan jumlah karbohidrat yang sama. Setelah itu, kadar gula darah akan diukur secara berkala. Perubahan kadar gula darah setelah mengonsumsi kedua jenis makanan tersebut akan dikalkulasikan dan dibandingkan hingga ditemukan angka indeks glikemiknya.
Semakin kecil angka indeks glikemik, maka akan semakin kecil dampaknya terhadap kadar gula darah Anda. Indeks glikemik dikelompokkan menjadi: <55: rendah, 56-69: sedang, dan >70: tinggi.
Contoh nilai indeks glikemik beberapa makanan antara lain: Roti tawar: tiap 30 gram nilai indeks glikemiknya sebesar 71 (tinggi). Pisang: tiap 120 gram nilai indeks glikemiknya sebesar 60 (sedang). Madu: tiap 25 gram nilai indeks glikemiknya sebesar 61 (sedang). Jus tomat kaleng: tiap 250 ml nilai indeks glikemiknya sebesar 38 (rendah). Oatmeal: tiap 250 gram nilai indeks glikemiknya sebesar 55 (rendah). Apel: tiap 120 gram nilai indeks glikemiknya sebesar 39 (rendah). Kacang kedelai: tiap 150 gram nilai indeks glikemiknya sebesar 15 (rendah). Wortel: tiap 80 gram nilai indeks glikemiknya sebesar 35 (rendah).
Indeks glikemik suatu makanan tidak selalu sama nilainya. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai indeks glikemik yaitu: Cara mengolah atau mempersiapkan makanan: beberapa komponen dalam makanan seperti lemak, serat, dan asam (yang terdapat pada lemon atau cuka) secara umum bersifat menurunkan kadar indeks glikemik. Semakin lama Anda memasak makanan berpati, seperti pasta misalnya, maka indeks glikemiknya akan semakin tinggi. Tingkat kematangan: pada buah-buahan terutama, tingkat kematangan akan sangat mempengaruhi nilai indeks glikemik. Sebagai contoh, semakin matang buah pisang maka nilai indeks glikemiknya akan semakin tinggi. Makanan lain yang Anda makan: nilai indeks glikemik ditentukan berdasarkan masing-masing jenis makanan. Tetapi pada kenyataannya, kita cenderung lebih sering mengonsumsi beberapa jenis makanan sekaligus. Ini dapat mempengaruhi bagaimana tubuh mencerna karbohidrat. Jika Anda mengonsumsi makanan yang memiliki nilai indeks glikemik tinggi, disarankan untuk mencampurnya dengan makanan dengan nilai indeks glikemik rendah. Kondisi tubuh: usia, aktivitas fisik, dan seberapa cepat tubuh Anda mencerna makanan turut mempengaruhi bagaimana tubuh Anda mencerna dan bereaksi terhadap karbohidrat.
Meskipun indeks glikemik merupakan parameter yang dapat digunakan untuk mengontrol kadar gula darah Anda, tetapi indeks glikemik sebaiknya tidak digunakan sebagai satu-satunya parameter untuk memilih jenis makanan yang akan Anda konsumsi. Sebagai contoh, keripik kentang memiliki nilai indeks glikemik yang rendah tetapi jika dilihat kadar lemak jenuhnya, keripik kentang memiliki kadar lemak jenuh yang cukup tinggi. Sehingga selain nilai indeks glikemik, Anda juga harus tetap memperhatikan kandungan gizi lain yang terdapat dalam makanan yang Anda konsumsi.
Referensi
- Wolever, TMS (2006). The Glycaemic Index – A Physiological Classification of Dietary Carbohydrate. Oxfordshire: Cabi International Publishing. ISBN 978-1-84593-051-6.
- Foster-Powell (2002). “International table of glycemic index and glycemic load values:2002”. American Journal of Clinical Nutrition 76: pp. 5–56. PMID 12081815.

